Sunday, September 29, 2013

Pusara Tua Di Pusara Lhee Sagoe

Pusara Tua Di Pusara Lhee Sagoe

 Tiga benteng bersejarah  di Aceh Besar —Indra Purwa (Peukan Bada), Indra Patra (Krueng Raya), dan Indra Puri (Indra Puri)— menjadi teka-teki. Tidak ada catatan kuat tentang itu, walau ketiga benteng bermula dari sejarah sebelum Islam masuk ke Aceh.

Sejarah Hindu dan Budha sangat kuat mempengaruhi perjalanan sejarah di  Aceh secara umum. Keberadaan Banda Aceh sebagai pusat kerajaan Aceh Darussalam masa lalu pun tidak bisa dipungkiri sebagai kerajaan yang dibangun diatas puing-puing kerajaan Hindu dan Budha, yakni kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan kerajaan Indra Pura. Hal itu diyakini dari bukti sejarah batu nisan di Kampung Pande—dan salah satu batu nisannya terdapat nama Sultan Firmansyah—cucu dari Sultan Johansyah.

Sejarah diatas sekaligus mengklaim Banda Aceh sebagai pusat kerajaan Aceh Darussalam (didirikan hari jumat 1 Ramadhan 601 H (22 April 1205 M)) yang dibangun Sultan Johansyah setelah berhasil menaklukan Kerajaan Hindu Budha Indra Purba yang beribukota Bandar Lamuri. Kota Lamuri ini adalah Lam Urik yang sekarang berada di Aceh Besar. Menurut Dr. N.A. Baloch dan Dr. Lance Castle, Lamuri adalah Lamreh di Pelabuhan Malahayati (Krueng Raya sekarang). Istananya berada di tepi Kuala Naga (Krueng Aceh ) di Kampung Pande (Kandang Aceh). Ketika cucu Sultan Alaidin Mahmud Syah memerintah, ada dibangun istana di seberang Kuala Naga (Krueng Aceh) bernama Kuta Dalam Darud Dunia (Meligoe Aceh atau Pendopo Gubernur sekarang), kemudian mendirikan Mesjid Djami Baiturrahman pada tahun 691 H.

Kini Ada tiga buah Benteng peninggalan Hindu-Budha yang menyebar di Aceh Besar. Antara lain Benteng Indra Patra (Krueng Raya), Indra Purwa (Peukan Bada), dan Indra Puri (Indra Puri). Ketiga benteng tersebut kemudian menjadi simbol kuat pertahanan tentara kerajaan Aceh Masa lalu, lantaran posisi Benteng mebawahi beberapa mukim masing-masing yang kemudian dikenal dengan sebutan Aceh Lhe Sagoe. Cerita Aceh Lhe Sagoe memang tidak terkait kuat pada benteng, tetapi serpihan letaknya memang menggambarkan kekuatan tersebut.

Indra Patra

 

Benteng Indra Patra ini dibangun oleh Kerajaan Hindu pertama di Aceh (Indra Patra) pada masa sebelum kedatangan Islam ke Aceh,  yaitu kerajaan Lamuri pada abad ke tujuh Masehi. Benteng ini dibangun dengan posisi yang strategis karena langsung dihadapkan dengan Selat Malaka, sehingga berfungsi sebagai benteng pertahanan dari serangan armada Portugis. Armada Laut Sultan Iskandar Muda yang terkenal tangguh, dibawah pimpinan Laksamana Malahayati-- laksamana wanita pertama di dunia—benteng ini digunakan sebagai pertahanan kerajaan Aceh pada masa itu.

Benteng ini berukuran besar dan berkonstruksi kokoh, berarsitektur unik, terbuat dari beton sesuai pada masanya karena untuk mencapai bagian dalam benteng, harus dilalui dengan memanjat terlebih dahulu.kapur. Saat ini jumlah benteng yang tersisa hanya dua, itu pun pintu bentengnya telah hancur terkena tsunami. Pada awalnya ada tiga bagian besar benteng yang tersisa. Benteng yang paling besar berukuran 70 x 70 meter dengan ketinggian 3 meter lebih. Ada sebuah ruangan yang besar dan kokoh berukuran 35 x 35 meter dan tinggi 4 meter. Rancangan bangunannya terlihat begitu istimewa dan canggih, 

Indra Puri

Menurut riwayat sejarah, Indrapuri dulunya merupakan sebuah kerajaan yang didirikan masyarakat terdahulu di Aceh. Salah seorang adik perempuan putra Harsha dari India yang suaminya terbunuh dalam peperangan yang dilancarkan oleh bangsa Huna pada tahun 604 M melarikan diri. Setibanya di Aceh dari pelarian tersebut Putri kerajaan mendirikan sebuah kerajaan yang kini dikenal dengan sebutan Indrapuri. Hal tersebut diperkuat dengan fakta jika didekat Indrapuri terdapat perkampungan yang dulunya dihuni masyarakat beragama hindu yaitu di desa Tanoh Abei serta sejumlah kuburan Hindu di seputaran Indrapuri. Di kerajaan tersebut didirikan candi yang diberi nama dengan Indrapuri yang artinya 'Kuta Ratu'. Candi atau Masjid Indrapuri dulunya merupakan bagian dari tiga benteng yang berbentuk segitiga sebagai titik kekuatan tiga kerajaan Hindu terbesar. Kedua benteng lainnya adalah benteng Indrapatra di Ladong Kecamatan Mesjid Raya dan Benteng Indrapurwa di Lembadeuk Kecamatan Peukan Bada.

Seiring dengan perkembangan masuknya Islam ke Aceh, disusul dengan berubahnya kerajaan Lamuri menjadi kerajaan Islam, bangunan-bangunan candi menjadi terbengkalai. Pada akhirnya oleh kerajaan areal candi tersebut dialih fungsikan sebagai masjid. Kemudian pada masa kejayaan Sultan Iskandar Muda, di atas bekas candi tersebut kembali dipugar kembali menjadi masjid yang lebih megah dengan ukuran 18,8 m x 48,8 meter dan tinggi 11,65 meter.

Indra Purwa

IndraPurwa merupakan salah satu sejarah Aceh yang penting di desa Ujong Pancu. Indra Purwa didirikan pada masa kerajaan Hindu dan termasuk salah satu dari 3 Indra dalam trail Aceh lhee sagoe.

Banyak pihak sekarang ini yang sudah tidak menemukan lagi bekas-bekas benteng Indra Purwa ini, lantaran sudah tertutup laut, berbeda dengan benteng Indra Patra dan Indra Puri yang masih berdiri tegak. Situs kerajaan Indra Purwa di sekitar mesjid Indrapurwa dibangun kembali setelah dihantam gelombang tsunami.

Apabila berkiunjung ke Ujung Pancu barangkali, bekas-beklas dari benteng Indra Purwa ini tidak akan tampak, karena sebagian pondasinya telah di lapisi semen, sehingga bentuk aslinya tidak terlihat jelas. Selain itu, hanya sebagian pondasi bangunan yang masih utuh. Keadaan kerajaan Indra Purwa sangat memprihatinkan, karena tidak ada perawatan. Padahal Indra Purwa salah satu identitas Kerajaan Aceh baik sebelum atau sesudah masuk Islam.

Sisa puing kerajaan Indra Patra seperti kata masyarakat di sekitar lokasi, di daerah itu ada batu isan peninggalan abad 15 dan 16 bahkan jauh sebelumnya. Tetapi sayangnya, kawasan itu ditutupi pohon lebat dan rumput panjang, sehingga sulit menemukan batu nisan. Sebagian Batu nisan yang ada—kata warga itu-- sebagian dari batu nisan telah dimakan usia dan sebagian lagi tertimbun tanah sehingga bentuknya tidak sempurna lagi.

Aceh Lhee Sagoe

Sejarah Aceh Lhee Sagoe bukan hanya kata-kata perjalanan sejarah Aceh. Keberadaan tiga benteng  berubah-ubah fungsi setelah dikuasai oleh kerajaan Islam. Perubahan pertama oleh kerajaan ASceh dijadikan mesjid, selanjutnya berubah menjadi benteng pertahanan Aceh oleh pejuang-pejuang Aceh seperti di Indra Patra yang pernah menjadi pertahanan angkatan laut Aceh pimpinan Laksamana Keumalahayati—laksamana perempuan pertama di dunia.

Namun sebagian masyarakat mengatakan, kekuatan lhe sagoe itu adalah kekuatan strategi perang Aceh untuk menahan Belanda di kutaradja, namun sebagian lagi mengatakan sebagai pertahanan laut tentara Aceh. “Belanda terkepung di Kota Raja, dan membiarkannya menguasai kotaradja, tetapi Belanda tidak  bisa memperluas kekuasaan, karena pertahanan lhee Sagoe yang instensif,” kata masyarakat seputar lokasi Indra Puri.

Sejarah benteng Aceh Lhee Sagoe menjadi perhatian para sejarawan karena keberadaannya yang tidak mendapat perhatian dari pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/kota. Padahal  benteng adalah situs sejarah yang mempunyai cerita sendiri lantaran dibelakangnya terdapat kisah perlawanan, pemberontakan, intrik dan heroism orang-orang di zamannya.

Sayangnya, ketiga benteng yang memiliki sejarah besar itu tidak mendsapat perhatian layak. Menurut Ketua Aceh Heritage Community (AHC), Yenni Rahmayanti mengutif dari situsnya mengatakan, renovasi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Aceh melakukan renovasi benteng Indra Patra tidak sesuai dengan kaidah. Renovasi yang dilakukan sedikit banyak mengubah keasliannya. "Harusnya situs sejarah ini mendapat perhatian dari Balai Pelestarian Sejarah, tapi sepertinya tidak" ujarnya.

Memang jika kita perhatikan, sebagai contoh papan informasi penunjuk sejarah tidak ada di tempelkan. Ada juga hal lain yang menyedihkan terkait dengan keberadaan benteng. Banyak masyarakat sekitar mengambil batu-batuan benteng untuk keperluan membuat rumah bahkan ada yang mendirikan pondasi di atas reruntuhan benteng.

Untuk kepentuingan ‘lhe Sagoe’ sudSebagai masyarakat yang menghargah selayaknya pemerintah melakukan perbaikan dan menjaga sejarah itu sebagai bagian yang terpenting di Aceh, agar kelak generasinya dapat mengenali perjalanan sejarah yang berlangsung di Aceh, jangan sampai kelak generasi Aceh hanya menunjuk ke arah reruntuhan dan berseru "Itu batu apa?", bila itu terjadi bersiaplah sejarah Lhe Sagoe menjadi pusara diatas pusara.


Sumber:http://www.dmdiaceh.org/index.php/berita/sejarah/74-pusara-tua-di-pusara-lhee-sagoe


No comments: