Thursday, September 26, 2013

Ghazni, Jejak Peradaban Iran di Afghanistan

Ghazni, Jejak Peradaban Iran di Afghanistan

 

Ghazni atau sering disebut juga Ġaznīn, terletak di wilayah timur Afghanistan. Kota yang berada sekitar 135 kilometer dari Kabul, ibu kota Afghanistan itu dipilih sebagai Kota Kebudayaan Islam untuk kawasan Asia di tahun 2013. Pada pertemuan Organisasi Budaya Islam (ISESCO) yang didukung oleh 50 negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) ) di Tripoli, Libya, Ghazni ditetapkan sebagai Kota Kebudayaan Islam untuk kawasan Asia di tahun 2013.

 

Ghazni memiliki sejarah yang kaya dari segi budaya dan peradabannya. Selain kota ilmu pengetahuan, Ghazni juga pernah menjadi sebuah pusat perdagangan penting ke Asia Selatan selama periode Islam, dan mengalami masa keemasan yang cukup terkenal sebagai ibukota dinasti Ghaznavid.

 

Meskipun dinasti Ghaznavid merupakan orang Turki, namun dia menghadirkan para pemikir hingga penyair Iran di Ghazni yang merupakan pusat kekuasaannya. Di sekitar kota Ghaznin, terdapat makam para penyair dan ilmuwan Iran, seperti makam Abu Al-Rehan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni (w. 1049 M / 440 H), seorang matematikawan dan astronom besar dan salah satu tokoh yang paling terkenal peradaban Islam.

 

Al-Biruni telah mendedikasikan karyanya "Al-Qanun al-Masoudi" untuk Sultan Mesud, putra Muhmud Ghazni, dan sebuah buku tentang batu permata ke Sultan Mawdud, putra Mesud. Ia juga menulis bukunya yang terkenal "Al-Athar Al-Baqiya Aani-Al-Qurun Khaliya."  Demikian pula, sejarawan Abu Al-Fadhl bin Muhammad Hussein Al-Baihaqi (w. 470 H) menulis sebuah buku dalam bahasa Persia, berjudul "Sejarah Al-Baihaqi," yang ia didedikasikan untuk Sultan Mesud dan ayahnya, Mahmud dari Ghazni.

 

Dahulu, Ghazni merupakan pusat kota Zabulistan dan kota-kota besar Khorasan di wilayah timur Iran. Ribuan sekolah berdiri dan para pemikir, sastrawan hingga penyair terkemuka berada di sana. Selain Biruni dan Baihaqi, ada Hakim Sinai, Unsuri, Manochehri, Masod Saad Salman dan berbagai tokoh lainnya.

 

Arthur Upham Pope (1881–1969), Iranolog dan sejarawan terkemuka mengatakan, "Capaian Iran-Islam di bidang seni dan budaya sangat besar dan melampaui batas geografis ketika ini. Contoh paling jelas berupa ikatan budaya  antaraIran dengan negara-negara Asia. Kawasan ini sejak dahulu kala memiliki ikatan budaya dan sejarah yang sangat erat. Pemahaman yang baik tentang ikatan erat di masa lalu ini akan membantu memberikan penjelasan mengenai kondisi kebudayaan di kawasan,".

 

Pope berkeyakinan bahwa kebudayaan Persia Islam melampaui wilayah geografis Iran saat ini dan menjangkau negara-negara tetangga Iran seperti Afghanistan. Salah satunya adalah seni dan budaya Iran di masjid-masjid kuno Afghanistan yang dibentuk berdasarkan prinsip arsitektur Iran-Islam. Kompleks madrasah Gauharshad di Herat dengan kubah, dinding bata dan keramik biru dan merah yang menawan memiliki kemiripan dengan masjid Gauharshad di Mashhad yang menunjukkan kehadiran budaya Iran di Afghanistan. Selain itu, karavansara di dekat Tashkurgan yang memiliki kemiripan dari sisi bentuknya dengan Karavansara Gaz di Iran. Bahkan para peneliti menyebutkan saking miripnya kedua Karavansara ini seolah-olah dirancang oleh seorang arsitek yang sama.

 

Kota Ghazni dikenal untuk arsitekturnya sebagai warisan bersejarah warisan kebudayaan Iran Islam di antaranya menara "An-Nasr" yang dibangun pada abad ke-12 (abad ke-6 AH), Makam Mahmud bin Sebuktegin Ghazni, dan masjid Mesud III dengan menara tua yang terkenal. Selain itu, dinding kuno Ghazni, dengan benteng bersejarahnya yang dibangun pada abad ke-13 M.

 

Reruntuhan kota kuno Ghazni di era Sultan Mahmud, masih berdiri di Ghazni hingga kini meskipun telah mengalami kerusakan. Satu-satunya reruntuhan di Ghazni kuno yang mempertahankan kemiripan bentuk arsitektur adalah dua menara, dengan tinggi sekitar 43 m (140 kaki) dan jarak 365 m (1.200 kaki). Menara itu dibangun di masa Mahmud Ghazni dan putranya. Selama lebih dari delapan abad monumen itu selamat dari perang dan invasi.

 

Dinasti Ghaznavid berupaya meneruskan jejak Samanid di bidang penyebaran ilmu pengetahuan dan budaya. Di era itu, para ilmuwan dan penyair terkemuka dari Iran berbondong-bondong datang ke Ghazni. Salah satu yang diundang ke Ghazni adalah penyair terbesar Persia, Hakim Abul Qasim Ferdowsi, dengan karya monumental "Shahnameh" (Epik para raja). Pada awalnya, Ferdowsi menghadiahkan buku itu kepada Mahmoud Ghaznavid. Namun karena tidak dihargai dengan layak akhirnya penyair terkemuka Persia itu membuat syair yang mengkritik penguasa Ghaznavid itu. Meskipun tidak mendapatkan penghargaan materi, tapi syair Ferdowsi hidup di tengah masyarakat dari dulu hingga kini.

 

Selain itu, terdapat deretan penyair Iran di era Ghaznavid seperti Farahi Sistani yang memuji penguasa. Nama lainnya, seperti Unsuri dan Kasai Mervazi yang membuat syair yang dihadiahkan bagi penguasa Ghaznavid.

 

Pernyataan Bombaci, profesor institut Oriental Universitas Nepal mengakhiri perjumpaan kita kali ini. Tentang seni dan warisan budaya Ghazni, Bombaci menuturkan, "Kemajuan seni di wilayah ini, meskipun di bawah kekuasaan dinasti Ghaznavid (abad 10-12 M), tapi memainkan peran dinanti Samanid dan sejumlah sumber lainnya yang mengabadikan warisan seni masa lalu. Tampaknya, kemajuan ini tidak terlalu berkaitan erat dengan seni pribumi di wilayah itu. Sejatinya hal ini membantu untuk menyiapkan menyebarkan sastra dan budaya Islam Iran di Asia dan Anak Benua India." (IRIB Indonesia)



Sumber:

http://indonesian.irib.ir/hidden-1/-/asset_publisher/m7UK/content/ghazni-jejak-peradaban-iran-di-afghanistan

No comments: